IbnuHamzah berkata: "Imam Ya'qub bin Sufyan berkata kepadaku: " Saya telah mengadakan perjalanan jauh (untuk menuntut ilmu) selama tiga puluh tahun.". Kisah-kisah kesungguhan para ulama salaf dalam mengadakan perjalanan jauh demi menuntut ilmu sungguh sangat banyak dan telah diabadikan dalam buku-buku sejarah Islam.
1. Jabir bin Abdullah2. Syekh Ibrahim Al Misr3. Imam As Sarkhawi4. Ali bin al-Hasan bin Syaqiq5. Abdurahman bin Qasim al-Utaqa al-Mishr, sahabat Malik dan Laits SAHABAT mulia Islapos, muslim dituntut untuk senantiasa menimba ilmu, sebagaimana ulama-ulama terdahulu. Mereka gigih menuntut ilmu. Siapa dan bagaimana para ulama tersebut menuntut ilmu? Lantas, apa keutamaan menuntut ilmu hingga kedudukannya begitu penting dalam Islam? Para ulama enggan menyia-nyiakan waktu hidupnya sedikitpun. Mereka gigih dalam menuntut ilmu kendatipun harus menempuh perjalanan yang jauh. Berikut beberapa ulama tersebut 1 Jabir bin Abdullah Jabir bin Abdullah sangat tertarik dengan sebuah hadis yang menggambarkan suasana Padang Mahsyar. Ahli hadis terkemuka pada abad ke-1 H itu pun mencoba menelusuri kebenaran sabda Nabi SAW itu. Sayangnya, orang yang meriwayatkan hadis itu telah hijrah dan menetap di Syam kini Suriah. Padahal, Jabir menetap di Hijaz, sekarang masuk wilayah Arab Saudi. Periwayat hadis itu tak patah semangat. Jarak antara Hijaz dan Syam yang begitu jauh, tak menciutkan tekadnya untuk menelisik kebenaran hadis itu. Jabir lalu membeli sebuah unta. Ia pun mengarungi ganasnya padang pasir demi mencapai Syam. Perjalanan menuju kota itu tak cukup sepekan. Ia menghabiskan waktu selama satu bulan untuk bertemu sahabat Nabi SAW yang meriwayatkan hadis yang ingin diketahuinya. 2 Syekh Ibrahim Al Misr Syekh Ibrahim Al Misr tetap menuntut ilmu kendatipun harus menempuh perjalanan dari Mesir ke Madinah untuk mengaji kepada Imam Malik hingga 18 tahun. 3 Imam As Sarkhawi Imam As Sarkhawi selalu mengikuti kemanapun gurunya yakni Ibnu Hajar al Asqalani. Dia tak mau terlewatkan satu pun fadilah ilmu yang disampaikan gurunya itu. 4 Ali bin al-Hasan bin Syaqiq Ali sering kali tak tidur di malam hari. Pernah suatu ketika, gurunya, Abdullah bin al-Mubarok, mengajaknya ber- muzakarahketika malam di pintu masjid. Padahal, saat itu cuacanya sangat tidak bersahabat. Udara dingin menusuk tulang. Ia bersama sang guru berdiskusi sampai waktu fajar tiba, tepat saat muazin mengumandangkan azan. 5 Abdurahman bin Qasim al-Utaqa al-Mishr, sahabat Malik dan Laits Demi menemukan persoalan dan hendak mencari jawabannya dari Malik bin Anas, Abdurahman bin Qasim kerap mendatangi Malik tiap waktu sahur tiba agar tak kecolongan, Ibnu al-Qasim tiba sebelum waktu sahur. Tak jarang Ibnu al-Qasim membawa bantal dan tidur di depan rumah Malik. BACA JUGA Syaikh Ahmad Izzah Al-Andalusy, Kisah Algojo yang Jadi Ulama Besar Masih banyak lagi contoh kesungguhan para ulama dalam menuntut ilmu. Lebih lanjut, dalam riwayat lain Rasulullah SAW mengatakan, umat akan terus tegak dalam menjalankan perintah Allah SWT. Tidak akan ada yang bisa memberikan kemudaratan pada mereka sampai hari kiamat. Ada beragam penjelasan ulama dalam memaknai umat. Sebagian ulama ada yang menyebut adalah mereka yang berpegang teguh kepada sunnah ajaran Nabi Muhammad SAW. Sementara itu, Imam Bukhari berpendapat yang dimaksud adalah ahli ilmu. Sedangkan menurut Imam Ahmad kata umat dalam hadits tersebut adalah ahli hadits. Namun, kebanyakan ulama sependapat dengan Imam Nawawi yang mengatakan bahwa yang dimaksud umat disitu adalah orang-orang mukmin baik itu ahli hadits, ahli fiqih, ahli jihad, ahli zuhud, dan dalam bidang lainnya yang menyebar keberadaannya di tengah orang-orang mukmin lainnya. Menurut habib Abubakar, orang-orang yang duduk di majelis ilmu telah mendapatkan taufik dari Allah SWT. Artinya Allah SWT menghendaki kebaikan pada orang-orang yang duduk di majelis ilmu sehingga mudah masuk ke dalam surga. Sementara itu Habib Abubakar mengatakan dalam riwayat lain terdapat hadits yang menerangkan bahwa barangsiapa yang Allah SWT kehendaki mendapatkan kebaikan maka orang itu akan mendapatkan diberikan pemahaman oleh Allah SWT untuk mengerti tentang ilmu agama. Habib Abubakar mengatakan kebaikan yang dikehendaki Allah SWT pada orang-orang yang mau menuntut ilmu adalah segala macam kebaikan baik itu kebaikan dunia dan akhirat. Maka orang yang memahami ilmu agama tanda dikehendaki Allah SWT untuk mencapai husnul khatimah. Oleh karena itu dalam riwayat tersebut ditegaskan juga bahwa ilmu itu diperoleh dengan proses belajar atau upaya terus menerus dalam thalabul ilmi. “Tidak bisa orang dapat ilmu dengan duduk saja, tirakat saja, kemudian nunggu ilmu laduni. Untuk dapat ilmu laduni itu harus belajar dulu. Giat belajar, ngaji nanti diberkan futuh, dibukakan Allah SWT baru diberikan ilmu laduni,” jelas Habib Abubakar Assegaf dalam pengajian rutin di Masjid Agung Al Anwar Kota Pasuruan yang juga disiarkan Sunsal TV media resmi Pondok Pesantren Sunniyah Salafiyah yang dipimpin Habib Taufiq bin Abdul Qodir Assegaf. Dalam riwayat lainnya, Habib Abubakar menjelaskan bahwa duduknya seorang hamba di majelis ilmu lebih baik dibanding melaksanakan ibadah sunnah selama enam puluh tahun. Ini menunjukan besarnya keutamaan menuntut ilmu hingga bobot pahalanya lebih besar dari menjalankan ibadah sunah berpuluh-puluh tahun. [] SUMBER REPUBLIKA

Kisahyang termuat dalam kitab al-Adab al-Mufradkarya Imam Bukhari itu, menggambarkan betapa seriusnya para ulama pada zaman dulu dalam mengejar ilmu dan kebenaran. Jarak yang jauh tak menjadi halangan. Jabir merasa bertanggung jawab untuk mengungkap kebenaran dari sebuah hadis yang diketahuinya.

Imam Yahya bin Yahya menceritakan percakapan pertamanya dengan guru tercintanya Imam Malik bin Anas RA 711 M-795 M/90 H-174 H pendiri Mazhab Maliki. Ia mengisahkan percakapan pertamanya dengan Imam Malik RA yang memberikan kesan bagi perjalanan intelektualitasnya. Imam Yahya bin Yahya wafat 848 M adalah ulama asal Andalusia yang berguru kepada Imam Malik di Madinah. Ia kemudian membawa dan mengembangkan mazhab Maliki di Andalusia. Ia juga periwayat Kitab Al-Muwattha karya Imam Malik. Ia merupakan ulama besar generasi awal Mazhab Maliki. "Siapa namamu, wahai anak muda?" tanya Imam Malik RA saat Imam Yahya remaja menghadiri pertama majelis ilmu gurunya untuk menuntut ilmu. "Semoga Allah memuliakanmu wahai guruku. Namaku Yahya," jawabnya. Ia saat itu adalah santri termuda Imam Malik RA. "Semoga Allah menghidupkan hatimu. Kamu harus sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Aku akan menceritakan kepadamu sebuah kisah yang dapat membakar semangatmu dalam menuntut ilmu dan mengalihkan perhatianmu dari aktivitas lainnya," kata Imam Malik RA. Imam Malik RA memulai kisahnya. “Suatu hari seorang remaja asal negeri Syam tiba di Kota Madinah. Kurang lebih seusia denganmu. Ia menuntut ilmu kepada kami dengan giat dan sungguh-sungguh. Dalam usia yang begitu belia Allah memanggilnya. Ia wafat. Aku belum pernah melihat kondisi jenazah yang begitu eloknya di Kota Madinah ini.” Almarhum tidak lain adalah salah seorang wali Allah. Ulama Madinah berkumpul untuk menshalatkan jenazahnya. Masyarakat pun ikut berduyun untuk mengantarkan jenazahnya ke pemakaman. Ketika tahu akan antusias dan pernghormatan ulama dan masyarakat yang begitu besar, gubernur Madinah menahan pelaksanaan shalat jenazahnya. “Pilihlah orang yang paling kalian sukai,” perintah gubernur. Ulama Madinah mengajukan nama Imam Rabiah. Imam Rabiah, Zaid bin Aslam, Yahya bin Sa’id, Ibnu Syihab, termasuk ulama yang paling dekat dengan mereka, Muhammad Ibnu Munkadir, Shafwan bin Salim, Abu Hazim, dan ulama terkemuka lainnya menurunkan jenazah ke liang lahat. Imam Rabi’ah menyusun batu bata pada lahatnya. Mereka memberikan batu bata tersebut kepadanya. Tiga hari setelah pemakamannya, salah seorang yang terkenal sebagai wali Allah di Kota Madinah, kata Imam Malik kepada Yahya remaja, bermimpi melihat almarhum sebagai remaja yang berpenampilan dan berpakaian putih elok sekali. Almarhum mengenakan serban hijau dan menunggang kuda kelabu yang sangat bagus. Ia turun dari langit dan menuju kepada sang wali. Ia mengawali percakapan dengan salam. “Derajatku yang tinggi ini bukan didapat dengan berkah ilmu,” kata remaja belia tersebut. “Lalu apa yang mengantarkanmu ke derajat yang begitu mulia ini?” tanya wali Allah. “Allah memberikanku satu derajat yang begitu tinggi di surga atas setiap bab dalam satu disiplin ilmu yang kupelajari. Namun demikian, derajat-derajat yang begitu tinggi itu tetap tidak membuatku sederajat dengan para ulama. Tetapi Allah yang maha pemurah berkata kepada malaikat, Tambahkan derajat itu kepada ahli waris para nabiku. Aku telah menetapkan dalam diri-Ku bahwa siapa saja yang wafat dalam kondisi memahami sunnah-Ku dan sunnah para nabi-Ku, atau dalam keadaan menuntut ilmu terkait dengannya, niscaya Kukumpulkan mereka dalam satu derajat yang sama.’” “Allah menganugerahkan kepadaku hingga aku meraih derajat para ulama. Aku dan Rasulullah hanya terpaut dua derajat. Pertama adalah derajat di mana ia bersama para nabi tinggal. Kedua adalah derajat para sahabat Nabi Muhammad SAW dan sahabat para nabi yang menjadi pengikut nabi-nabi di zamannya masing-masing. Di bawah itu adalah derajat ulama dan para santri mereka.” Allah menjalankanku hingga ke tengah halaqah mereka. Mereka menyambut dengan antusian, “marhaban, marhaban.” “Bagaimana Allah memberikan tambahan derajat-Nya untukmu?” tanya wali Allah. “Allah berjanji untuk mengumpulkanku bersama para nabi sebagaimana kusaksikan mereka pada rombongan yang sama. Aku bersama mereka hingga hari kiamat tiba. Bila hari kiamat yang dijanjikan tiba, Allah berkata, Wahai sekalian ulama. Inilah surgaku. Kuizinkan surga ini untuk kalian. Inilah ridha-Ku. Aku telah meridhai kalian. Jangan kalian masuk surga terlebih dahulu sebelum berdiam untuk memberikan syafaat kepada siapa saja yang kalian kehendaki. Aku juga memberikan mandat agar kalian memberikan syafaat kepada mereka yang meminta syafaat kalian agar aku dapat memperlihatkan kepada semua hamba-Ku betapa tinggi kemuliaan dan kedudukan kalian,’” jawab remaja tersebut. Ketika pagi hari, orang yang dikenal wali Allah ini terjaga. Ia menceritakan mimpinya hingga akhirnya kabar tersebut menyebar luas ke seantero Kota Madinah. Kepada Yahya remaja, Imam Malik RA mengatakan, “Dulu di Kota Madinah ini terdapat sekelompok santri-santri yang gemar menuntut ilmu. Seiring waktu semangat mereka dalam menuntut ilmu mengendur hingga berhenti sama sekali. Setelah mendengar kabar dari wali Allah tersebut, mereka kembali menuntut ilmu dengan semangat dan sungguh-sungguh. Mereka itu kemudian yang kamu kenal hari ini sebagai ulama-ulama terkemuka di Kota Madinah. Wahai Yahya, bersungguh-sungguhlah kamu dalam masalah ini.” * Kisah ini diangkat oleh Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dalam Kitab Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiya Indonesia, Al-Haramain Jaya tanpa tahun, halaman 63-64. Wallahu a’lam. Alhafiz Kurniawan Setiapmuslim sebaiknya mencontoh ajaran Nabi dalam mendidik anak-anaknya. Caranya adalah dengan menerapkan parenting islami. Mengajarkan Anak untuk Selalu Menuntut Ilmu Kapan dan Dimana Saja Ibu dapat membacakan kisah para Nabi Rasul, serta sahabat Nabi dan tokoh islam lainnya. Ceritakan dengan bahasa yang sederhana dan mudah ya, Bu Oleh Hannan Majid Purwokerto, Takhasus Kisah para sahabat terdahulu amatlah pantas untuk kita ambil pelajaran dan motivasi darinya. Membaca kisah mereka akan menambah iman dan melejitkan semangat, biidznillah. Di antaranya adalah kisah yang akan kita renungi ini. Kisah penggugah kesabaran yang insya Allah akan melambungkan semangat kita dalam menuntut ilmu. Namun sebelum membaca kisah tersebut, alangkah baiknya jika sedikit mengulas tentang kesabaran dengan makna yang luas. Kesabaran, Sebuah Amalan Besar Sabar, sebuah kata yang mudah diucapkan, sering terdengar, namun sangat berat untuk mengamalkannya. Sabar, sebuah nasihat yang mungkin sudah pernah tertulis berulang kali dalam artikel para santri. Bosan memang, kalau kita terus membaca dan mendengarkan nasihat ini. Namun karena pentingnya sabar dalam hidup seorang mukmin, tak mengapa lah kita kembali mengulangnya agar menjadi pengingat bagi kita semua. Sabar itu konsekuensinya berat, menahan hati, lisan, dan anggota badan dari hal-hal yang haram yang biasanya jiwa kita malah cenderung menginginkannya. Atau menahan diri dan menerima hal-hal tidak mengenakkan yang menimpa kita. Tidak hanya itu, bahkan terkadang untuk bersabar kita harus mengorbankan perasaan. Tak heran, Allah menjanjikan pahala yang besar bagi mereka yang mampu bersabar. Dalam ayat-Nya Dia mengatakan, إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” Az-Zumar 10 Sabar bagi seorang mukmin merupakan suatu keharusan, yang selalu menemani dan mengiringinya di saat musibah itu datang menghadang. Itulah yang Nabi shallallahu alaihi wa sallam sabdakan, عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ “Betapa menakjubkannya urusan seorang mukmin, semua urusannya baik. Dan hal itu tidak ada pada selain mereka. Apabila kebahagiaan menghampirinya, ia bersyukur, maka itu kebaikan baginya. Apabila musibah datang menimpanya, ia bersabar, maka itu pun kebaikan baginya.” HR. Muslim no. 2999 Memang benar, sabar itu selalu ada di saat ujian menimpa mereka, di setiap waktu dan tempat. Namun yang lebih dari itu adalah sabar dalam thalabul ilmi, di saat mempelajari ilmu agama. Kenapa? Karena thalabul ilmi adalah amalan yang besar, panjang perjalanannya, tidak hanya selesai dalam dua atau tiga tahun saja. Di sana perlu perjuangan sekuat tenaga untuk tetap istikamah dan tegar dalam menghadapi berbagai rintangan dan lika-liku yang ada. Jauhnya dari orang tua dan kerabat, minimnya harta, kurangnya kemampuan dalam menghafal dan memahami, gangguan teman, kerasnya sikap guru, dan seabrek halangan lainnya. Sekarang, marilah kita membaca kisah penggugah kesabaran, yang semoga dapat menjadi inspirasi bagi kita semua. Klik laman selanjutnya di bawah Baca Juga Spirit Thalabul Ilmi
RumahZakat Salurkan Bantuan dan Pendampingan Pelaku Usaha. Berikut ini adalah beberapa kisah ulama salaf dalam mencari ilmu: 1. Jabir bin Abdullah. Dalam kitab Shahih Bukhari, disebutkan bahwa Jabir melakukan perjalanan selama satu bulan untuk menemui Abdullah bin Anis demi memperoleh salah satu hadits dari shahih Bukhari. 2. Ibnu Abbas.
Kalimat tauhid adalah dasar agama dan asas segala kesempurnaan. Tanpa tauhid, seluruh amalan akan tertolak. Oleh sebab itu, terutama pada masa permulaan islam, para sahabat Rasulullah lebih banyak bersungguh-sungguh dalam mendakwahkan kalimat tauhid dan sibuk berjihad melawan orang kafir, sehingga mereka belum sempat mencurahkan perhatian khusus terhadap ilmu. Walaupun demikian, semangat, gairah, serta kesungguhan mereka telah menghasilkan inti-inti ilmu Al-Qur’an dan Hadits, yang masih terpelihara walaupun 1400 tahun berlalu. Ini merupakan bukti yang jelas, setelah zaman permulaan Islam berlalu, ketika datang kemudahan bagi mereka, dan jamaah-jamaah yang berdakwah semakin bertambah, maka turunlah ayat yang artinya “tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya ke medan perang. mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” QS At-Taubah 122 Abdullah bin Abbas berkata bahwa dalam QS At-Taubah 39 “ jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya kamu dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” Telah diketahui dari ayat diatas, bahwa Allah mengaruniakan kepada para sahabat rasulullah bahwa kesatuan jamaah saat itu sangat penting. Selain itu, ada satu jamaah kecil yang mempelajari seluruh ajaran agama. Pada zaman tabi’in, islam telah tersebar luas dan menjadi sebuah jamaah besar dan merupakan kesatuan yang kokoh. Karena pada diri tabi’in, tidak terdapat kesatuan seperti pada diri sahabat, maka Allah telah menghidupkan orang-orang yang khusus mempelajari bidang agama. Maka muncullah muhadditsin, yaitu jamaah khusus yang menyusun hadits-hadits dan menyebarkannya. Lalu para fuqaha, yakni ahli fikih, ahli sufi, dan ahli Al-Qur’an dan para mujahidin. Singkatnya, disetiap bidang Allah telah mewujudakan para ahli yang memeliharanya. Hal itu sangat sesuai dan penting pada masa itu. jika tidak, maka sangat sulit untuk mencapai kemajuan dan kesempurnaan dibidang agama karena sangat sulit bagi seseorang mencapai kesempurnaan dan kemuliaan dalam segala hal. Allah hanya mengaruniakan kesempurnaan tersebut hanya pada Nabi khususnya pada Rasulullah. Dalam kaitan ini, juga terdapat kisah sahabat dan tokoh-tokoh lainnya. 1. Kisah Para Sahabat Rasulullah Ahli Fatwa Walaupun para sahabat sibuk berjihad demi menegakkan kalimatullah, semangat mereka dalam menuntut ilmu selalu ada. Setiap kali mereka mendapat suatu kebaikan, mereka akan segera menyebarkannya. Demikianlah kesibukan mereka setiap saat. Namun diantara mereka ada jamaah khusus yang berfatwa ketika Rasulullah masih hidup, diantaranya adalah Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Ammar bin Yasir, Salman Al Farisi, Zaid bin Tsabit, Hudzaifah, Abu Musa, Adu Darda’ radhiyallahu anhum. Talqih Faedah Mereka Telah mencapai kesempurnaan ilmu sehingga diizinkan berfatwa ketika Rasulullah sallahu a’laihi wasallam masih hidup. 2. Kisah Abu Bakar Membakar Kumpulan Hadits Aisyah berkata “ayahku, Abu Bakar memiliki catatan berisi 500 hadits yang dikumpulkan. Pada suatu malam, aku melihatnya sangat gelisah dan berbaringmembolak-balikkan badannya. Aku bertanya “apakah engkau sakit, atau ada seuatu hal yang membebanimu pikiranmu ?” namun pada malam itu, ia tetap gelisah dan cemas. Keesokan harinya, ia bertanya padaku, “dimanakah catatan hadits ku yang pernah kuberikan padamu ?” aku pun mengambilnya dan memberikan padanya. Ternyata beliau membakar catatan itu. aku bertanya “mengapa dibakar?” ia menjawab “aku ragu jika ada kekhilafan lalu aku meninggal, sedangkan catatan ini masih ada padaku. Jika sampai ketangan orang lain, lalu mereka menganggapnya muktabar dipercaya, padahal tidak dan ternyata dalam catatan ini ada kesalahan, tentu itu akan mencelakakanku. Tadzkiratul Huffadz Faedah Walaupun Abu Bakar memiliki kedalamn dan semangat ilmu yang tinggi sehingga dapat mengumpulkan 500 hadits dalam catatannya, ia membakarnya karena kehati-hatiannya yang sempurna. Hal ini terjadi pula pada sahabat-sahabat yang lain, mereka sangat hati-hati dengan hadits Rasulullah. Oleh karena itu, sebagian besar sahabat rasulullah hanya meriwayatkan sedikit hadits. Ini pula yang menyebabkan mengapa Imam Abu Hunaifah sangat sedikit meriwayatkan hadits. 3. Kisah Abdullah bin Abbas dalam Menuntut Ilmu Abdullah bin Abbas bercerita “setelah wafat rasulullah, aku berkata kepada seorang Anshar, Nabi telah meninggalkan kita, tetapi sahabat masih banyak yang hidup diantara kita. Mari kita temui mereka untuk bertanya dan menghafalkan kembali urusan agama.” Namun sahabat Anshar tidak bersedia atas ajakan Abdullah bin Abbas. Lalu Abdullah bin Abbas berkata “dan kebanyakn ilmu yang aku dapatkan adalah darikaum Anshar, dan aku akan menjumpai beberapa orang sahabt dan menanyakannya. Jika ku dengar mereka sedang tidur di rumahnya maka, aku akan menghamparkan kain untuk duduk sambl menunggu di depan rumahnya, sehingga muka ku penuh dengan debu, dan tubuhku sangat kotor. Setelah ia bangun, aku bertanya kepadanya mengenai masalah yang terjadi dan mengenai maksud kedatanganku.” Namun sebagian besar berkata “Engkau adalah keponakan Rasulullah, mengapa engkau menyusahkan diri untuk datang kemari, mengapa engkau tidak memanggilku ?” Jawabku “Aku sedang menuntut ilmu, jadi akulah yang wajib mendatangimu.” Faedah Dari cerita diatas, selain dapat diketahui tentang ketawajuhan dan kerendahan hati Ibnu Abbas terhadap gurunya, juga dapat diketahui akan ketinggian semangat serta perhatiannya terhadap ilmu. Apabila ia, mendengar hadits yang tersimpan pada seseorang, ia akan langsung mendatanginya dan mempelajarinya, walaupun harus berusaha keras dan bersusah payah. Tanpa usaha dan susah payah, sesuatu yang sepele tidak akan didapat, apalagi ilmu yang tidak ternilai harganya. “Barang siapa mencari derajat ketinggian Hendaklah ia berjaga pada waktu malam..”
Menghimpundalam buku Kisah-kisah Para Ulama dalam Menuntut Ilmu karya Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah, bunyi haditsnya adalah sebagai berikut: 2. Dimudahkannya Jalan Menuju Surga Sebagaimana hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Sejenak Menengok Kisah Salaf Abu Hurairah radhiyallahu anhu dalam menimba ilmu, bukan main sabarnya!! Menahan lapar hingga pingsan demi mendengar ilmu langsung dari sumbernya. Dalam salah satu kesempatan, Muhammad bin Sirin rahimahullah, salah seorang murid Abu Hurairah berkisah, “Suatu ketika kami sedang berada di sisi Abu Hurairah radhiallahu anhu, ketika itu beliau mengenakan dua pakaian yang dicelupkan dalam lumpur merupakan pakaian bagus pada zaman dahulu berbahan kattan kain linen putih –pent.. Lalu beliau menyeka ingus dengan kain tersebut seraya berkata, Bakh, bakh kata takjub terhadap dirinya, Abu Hurairah mengelap ingus dengan kain dari kattan? Sungguh dulu aku pernah pingsan di antara mimbar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan kamar Aisyah, tiba-tiba datang seseorang menginjak leherku, dia menyangka bahwa aku adalah orang gila. Padahal aku tidaklah gila, namun aku sedang tertimpa kelaparan.” HR. Bukhari no. 7324 Lihatlah perjuangan sahabat Nabi yang satu ini, sabarnya menahan lapar di masjid Nabi hingga pingsan tak sadarkan diri‼ Tak lain semua itu beliau lakukan demi ilmu. Beliau tak tergiurkan dengan gemerlapnya dunia di luar sana! Baik perdagangan, pertanian, peternakan, atau pun urusan dunia lainnya. Kisah lain dari sahabat Jabir bin Abdillah, beliau melakukan perjalanan menuju rumah Abdullah bin Maisarah radhiallahu anhu selama satu bulan lamanya demi satu hadis yang belum beliau dengar dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Faedah Berharga dari Dua Kisah Di Atas Dua kisah ini menunjukkan semangat juang mereka dalam thalabul ilmi, menahan lapar, panas, godaan dunia, dan kesusahan-kesusahan lainnya. Dengan itu, mereka menjadi para pemimpin yang membimbing umat di atas agama Allah, sebagaiaman Allah katakan di dalam Kitab-Nya, وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan mereka meyakini ayat-ayat Kami.” QS. As-Sajdah 24 Maka wahai para pejuang ilmu! Ini adalah contoh nyata dari para salaf. Di sana masih banyak kisah perjuangan mereka yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan atau mungkin ribuan, tentang mereka yang berjuang dan sabar dalam menuntut ilmu agama Allah ini. Artikel Kami Keteladanan al-Imam at-Tirmidzi dalam Menuntut Ilmu Mencoba Introspeksi Diri Di saat kita membaca kisah perjuangan mereka, mari bandingkan dengan diri-diri kita, niscaya kita akan malu. Sangat sedikit ilmu yang kita dapat, sangat sedikit ilmu yang kita pelajari, sangat kurang semangat juang kita dalam menuntut ilmu. Dari sini kita akan berusaha mengintrospeksi diri untuk lebih bersemangat lagi dalam thalabul ilmi, terkhusus di masa-masa yang penuh dengan ujian dan fitnah, di masa-masa menjelang berakhirnya dunia yang fana ini. Semakin berat ujian dan godaan. Nasalullah as–salamata wal afiyah. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada kita keistikamahan dalam thalabul ilmi serta keikhlasan dalam menuntutnya hingga ajal menjemput. Amiin Yaa Man Anta ala kulli syaiin qadir wabil ijabati jadir. Wabillahit taufiq, wa shallallahu ala nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wa sallam.
Barang siapa yang memperhatikan keadaan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, niscaya dia akan mendapati bahwa mereka adalah manusia yang paling bersemangat dalam hal ilmu. Tidaklah mereka meninggalkan sedikit pun perkara yang mereka butuhkan dalam urusan agama dan dunia melainkan mereka bersegera menanyakannya, wallahul-muwaffiq." Sumber:
MENELADANI sahabat Nabi dalam menuntut ilmu. Seperti diketahui, kita mengenal bahwa sahabat Nabi adalah orang-orang yang memiliki ilmu luar biasa. Baca Juga Mengenal Sahabat Nabi, Abdullah bin Mas&8217;ud yang Akhlaknya Paling Mirip dengan Rasulullah Namun, ilmu-ilmu yang didapatkan tidaklah diraih secara instan. Perlu semangat, kerja keras, dan semacamnya. Selain itu, mereka juga serius untuk memahami suatu ilmu. Kita pasti sering mendengar banyak kisah perjuangan-perjuangan sahabat untuk belajar sebuah ilmu. Ada yang harus rela bepergian jauh untuk menuntut ilmu, dan berbagai perjuangan lainnya. Kemudian, para sahabat juga sangat berhati-hati ketika menerima sebuah ilmu. Oleh sebab itu, ketika mereka ingin mengetahui suatu hal, para sahabat bertanya langsung kepada sumber yang terpercaya, yaitu Rasulullah. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, ومن تدبر أحوال الصحابة وجد أنهم أحرص الناس على العلم وأنهم لا يتركون شيئا يحتاجون إليه في أمور دينهم ودنياهم إلا ابتدروه والله الموفق. “Barang siapa yang memperhatikan keadaan sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, niscaya dia akan mendapati bahwa mereka adalah manusia yang paling bersemangat dalam hal ilmu. Tidaklah mereka meninggalkan sedikit pun perkara yang mereka butuhkan dalam urusan agama dan dunia melainkan mereka bersegera menanyakannya, wallahul-muwaffiq.” Sumber Syarh Riyadh al-Shalihin, Jilid 1, hlm. 263. Alih Bahasa Abu Fudhail Abdurahman Ibnu Umar غفر الرحمن له.
. 340 187 151 380 171 436 310 253

kisah para sahabat dalam menuntut ilmu