MacamMacam Adat Istiadat dari Berbagai Daerah di Indonesia. Adat Istiadat - Sudah bukan hal aneh jika negara besar seperti Indonesia memiliki berbagai macam kebudayaan yang berasal dari setiap daerahnya. Keberagaman budaya inilah yang menjadikan Indonesia memiliki adat istiadat yang beragam pula dan harus dilestarikan hingga saat ini.

- Suku Baduy adalah masyarakat adat yang hidup di pedalaman Banten, Jawa Barat. Populasi suku Baduy diperkirakan sekitar orang, termasuk sekelompok masyarakat yang sangat tertutup dari dunia luar. Masyarakat suku Baduy termasuk dalam sub-suku Sunda, yang belum terpengaruh modernisasi dan masih memiliki tradisi serta adat khas yang hampir sepenuhnya terasing dari dunia penelitian, agama yang dianut oleh suku Badui adalah Sunda Wiwitan, yang merupakan sinkretisme antara Islam dan Hindu. Baca juga Rumah Sulah Nyanda, Rumah Adat Suku Baduy Sejarah Masyarakat suku Baduy tinggal di sebuah wilayah di kawasan Pegununan Kendeng, di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Jawa Barat. Terdapat beberapa versi terkait asal-usul suku Baduy, tetapi yang paling terkenal adalah mereka merupakan keturunan dari Kerajaan Pajajaran. Pada zaman dulu, warga Kerajaan Pajajaran mengasingkan diri ke wilayah Pegunungan Kendeng di Banten Tengah. Awal mula pengasingan terjadi karena wilayah Banten dikuasai oleh Sunan Gunung Jati, yang datang dengan misi menyebarkan ajaran Islam. Putra Sunan Gunung Jati, Maulana Hasanuddin, kemudian mendirikan Kesultanan Banten pada abad ke-16. Pada 1570, Maulana Hasanuddin digantikan oleh putranya, Maulana Yusuf atau Panembahan Yusuf sebagai raja kedua Kesultanan Banten. Baca juga Maulana Yusuf, Raja Banten yang Menaklukkan Kerajaan Pajajaran Ketika Panembahan Yusuf dari Banten mengalahkan Kerajaan Pajajaran, tidak seluruh masyarakatnya bersedia memeluk Islam. Mereka yang menolak kemudian menyingkir ke wilayah Banten Selatan dan keturunannya sekarang disebut suku Baduy. Selama berhari-hari menghabiskan waktu di jalan, rombongan ini sampai di hulu Sungai Ciujung di jantung Pegunungan Kendeng sekarang Panembahan Arca Domas atau Petak 13. Sedangkan menurut pengamat budaya Baduy, orang-orang suku Baduy percaya bahwa nenek moyang mereka sudah ribuan tahun tinggal di wilayah Kaolotan. Ada juga yang percaya mereka adalah keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal-usul ini juga kerap disangkutpautkan dengan kisah Nabi Adam yang dianggap sebagai nenek moyang pertama mereka. Baca juga Suku Sunda Asal-usul, Ciri Khas, dan Budaya Asal-usul nama Selain sejarahnya, asal-usul nama Baduy juga memiliki beragam versi. Di kalangan masyarakat Banten, nama Baduy dipercaya berasal dari sebuah sungai di sana yang bernama ada pula yang menyebutkan bahwa kata Baduy berasal dari kata Baduyut, karena tempat tinggal mereka banyak ditumbuhi pohon Baduyut. Namun, yang paling populer adalah para penjajah Belanda yang datang ke Nusantara menganggap orang Baduy mirip dengan orang Badui dari Timur Tengah. Sejak saat itu, mereka kerap disebut sebagai suku Baduy. Sementara orang Baduy menyebut diri mereka sebagai urang Kanekes atau orang Kanekes, sesuai dengan wilayah tempat mereka tinggal. Baca juga Siapa Suku Asli di Indonesia? Adat istiadat orang Baduy Suku Baduy terbagi menjadi dua bagian, suku Baduy dalam dan suku Baduy luar. Adapun perbedaannya adalah, suku Baduy dalam masih memegang teguh adat dan aturan dengan baik. Sementara suku Baduy luar sudah terpengaruh oleh budaya luar, seperti menggunakan sabun mandi, alat elektronik, dan mengizinkan orang luar menginap. Perbedaan lain juga bisa terlihat dari pakaian mereka. Suku Baduy dalam sehari-hari menggunakan baju berwarna putih yang melambangkan kesucian. Sedangkan pakaian suku Baduy luar adalah serba hitam. Suku Baduy dalam diketahui tinggal di tiga kampung, yaitu Kampung Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo, yang dipimpin oleh ketua adat disebut Pu'un. Suku Baduy luar tinggal di 50 kampung berbeda di kawasan Pegunungan Kendeng. Mereka berbicara menggunakan bahasa Sunda dialek Baduy. Baca juga Aksara Sunda Sejarah dan Jumlahnya Di samping itu, suku Baduy memiliki aturan yang masih terus dipatuhi sampai saat ini, khususnya oleh suku Baduy dalam, yaitu Tidak boleh menggunakan kendaraan sebagai transportasi Tidak boleh menggunakan alas kaki Pintu rumah harus menghadap utara atau selatan, kecuali rumah ketua adat Dilarang menggunakan alat elektronik Harus menggunakan pakaian serba hitam atau putih yang ditenun dan dijahit sendiri Tidak boleh menggunakan pakaian modern Agama suku Baduy Agama suku Baduy adalah Sunda Wiwitan, yaitu kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan leluhur yang sudah bersatu dengan alam. Ajaran Sunda Wiwitan terkandung dalam Kitab Sanghyang Siksa Kandang Karesian, yang berasal dari zaman Kerajaan Sunda, berisikan ajaran keagamaan dan tuntunan moral. Baca juga Raden Kian Santang, Putra Pajajaran yang Menjadi Penyebar Islam Dalam Sunda Wiwitan, ada tiga macam alam yang dipercaya oleh suku Baduy, yaitu Buana Nyungcung tempat bersemayamnya Sang Hyang Kersa Buana Panca Tengah tempat berdiam diri manusia Buana Larang neraka Biasanya, doa yang dilakukan oleh para penganut Sunda Wiwitan adalah lewat nyanyian pantun dan kidung yang disertai gerak tarian. Tradisi mereka dapat dilihat dari upacara syukuran panen padi yang dikenal dengan sebutan Perayaan Seren Taun. Tempat sembahyang umat Sunda Wiwitan adalah pamunjungan atau kabuyutan, yaitu tempat punden berundak yang biasanya terletak di bukit. Referensi Adimihardja, K. 2000. Orang Baduy di Banten Selatan Manusia Air Pemelihara Sungai. Jurnal Antropologi Indonesia. No. 61, 2000. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Siapapun harus menghargai adat istiadat yang ada di Baduy," tegasnya. Ia menjelaskan, sebuah foto salah satu kampung yang berada di lingkungan wilayah Baduy Dalam telah dijadikan poster.

BANTEN - Indonesia kaya akan budaya dan adat istiadat yang harus diketahui generasi muda. Salah satunya adalah masyarakat suku Baduy atau Kanekes. Mereka memiliki adat istiadat yang sangat kental dan menariknya, semua masyarakat Baduy sangat mematuhinya. Suku Baduy mendiami wilayah Kanekes. Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desaKanekes, KecamatanLeuwidamar, KabupatenLebak, Rangkasbitung, Banten. Berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Jarak ini tidak terlalu jauhdari DKI Baduy terbagi menjadi tiga kelompokyaitu Tangtu, Panamping dan Dangka. Kelompok Tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Baduy Dalam. Kelompok ini paling ketat mengikuti adat. Mereka tinggal di Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Ciri khas Orang Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Kelompok masyarakat Panamping adalah mereka yang dikenal sebagai BaduyLuar, yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Apabila Baduy Dalam danBaduy Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka Baduy Dangka tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras Cibengkung dan Sirahdayeuh Cihandam. Mata pencaharian mayarakat Suku Baduy umumnya berladang dan bertani. Dalam praktek berladang dan bertani, Suku Baduy tidak menggunakan kerbau atau sapi dalam mengolah lahan mereka. Hewan berkaki empat selain anjing sangat dilarang masuk ke Desa Kanekes demi menjaga kelestarian kelestarian alam juga sangat berlaku saat membangun rumah adat mereka yang terbuat dari kayu dan bambu. Mereka membiarkan kontur tanah yang masih miring. Alasannya untuk menjaga alam yang sudah memberi mereka Suku Baduy dibangun dengan batu kali sebagai dasar pondasi, karena itulah tiang-tiang penyangga rumah terlihat tidak sama tinggi dengan tiang ruangan dilapisi dengan lantai yang terbuat dari anyaman bambu. Sedangkan atap rumah terbuat dari serat ijuk atau daun pohon kelapa. Rumah suku Baduy dibangun saling berhadap-hadapan dan selalu menghadap utara atau selatan. Alasannya agar setiap rumah mendapat sinar matahari. Sehingga rumah Suku Baduy hanya dua arah suku kebanyakan di Nusantara, tradisi kesenian di Suku Baduy juga mengenal budaya menenun yang telah diturunkan sejak nenek moyang mereka. Menenun hanya dilakukan oleh kaum perempuan yang sudah diajarkan sejak usia dini. Tradisi menenun ini menghasilkan kain tenun yang digunakan dalam pakaian adat Suku Baduy. Hasil tenunan ada yang bertekstur lembut dan kasar. Kain bertekstur lembut untuk pakaian sedangkan kain yang agak kasar biasanya digunakan masyarakat Baduy untuk ikat kepala dan ikat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perbenturan. Secara nasional penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu “puun”.Salah satu wujud kesetiaan dan ketaatan pada pemimpin adalah terus dilakukannya upacara seba setahun sekali. Dalam upacara ini mereka menghantar hasil bumi padi, palawija, buah-buahan kepada Gubernur Banten sebelumnya ke GubernurJawa Barat, melalui bupati Kabupaten Lebak. Tidak hanya itu, mereka melaporkan keadaan penduduk Baduy. Untuk menuju kantor Pemerintahan yang jaraknya puluhan kilo, masyarakat Baduy Dalam menempuhnya dengan berjalan kaki tanpa alas kaki, sedangkan masyarakat Baduy Luar, diperbolehkan menggunakan angkutan umum. Hal ini sebagai bagian dari ketaatan mereka pada aturan adat istiadat. Dan tentunya, masih banyak adat istiadat lain Suku Baduy untuk menjaga harmonisasi alam dan semesta. Sukubaduy yang berada di wilayah Banten tentunya merupakan salah satu daya tarik pariwisata Banten sejak lama. Pariwisata Banten yang kini terdengar gaungnya mulai dilirik tidak hanya oleh para wisatawan lokal namun juga wisatawan yang berada di luar wilayah Banten yang menjadikannya sebagai alternatif wisata saat liburan akhir yang mendukung tidak lepas dari peran ASTRA Tol Tangerang-Merak dalam mendukung pariwisata Banten. Salah satunya secara konsisten melaksanakan program revitalisasi akses masuk dan keluar Jalan Tol Tangerang-Merak. ASTRA Tol Tangerang-Merak terus melakukan upaya peningkatan layanan prima bagi para pengguna tahun 2018, ASTRA Tol Tangerang-Merak kembali melakukan program revitalisasi akses pada empat wilayah yakni Balaraja Barat, Serang Timur, Serang Barat dan Cilegon Timur. Hal ini merupakan salah satu upaya Tol Tangerang-Merak untuk terus mendukung pariwisata Banten yang digaungkan dalam program corporate agar Ayo ke Banten Lewat Tol wisatawan yang tertarik mengunjungi Kampung Baduy, Anda disarankan menggunakan Jalan Tol Tangerang-Merak dan keluar di Gerbang Tol Serang Timur, Anda dapat menuju pusat kota Rangkasbitung, KabupatenLebak, darisana Anda dapat meneruskan perjalanan menuju Kawasan Ciboleger atau kecamatan Leuwidamar sekitar 46,7 km.AyokeBanten LewatTolTangerangMerakakn

Tokohtermuka dari mashab ini adalah Friedrich Karl Von Savigny (1779-1861). Savigny berpendapat bahwa semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan, dan bukan berasal dari pembentuk undang-undang. Dengan demikian maka menurutnya adalah penting untuk meneliti tentang hubungan antara hukum dengan struktur masyarakat beserta sistem nilainya. Suku Baduy adalah salah satu suku yang mendiami wilayah Banten dengan populasi yang cukup tinggi di Indonesia. Suku ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar yang keduanya memiliki keunikan tersendiri. Kehidupan suku ini bisa dibilang sederhana dan menyatu dengan alam, mereka menjaga keseimbangan alam dan manusia di daerah mereka. Kehidupan yang sederhana dan jauh dari kata serakah, membuat suku ini mampu bertahan hanya dengan memanfaatkan sumber alam. Namun kesederhanaan ini juga memiliki efek samping seperti adanya isolasi diri dan tidak mampu membaur bagi Suku Baduy Dalam. Kehidupan suku Baduy dalam dan luar sama dengan suku lain yaitu hidup secara komunal atau berkelompok. Dalam satu kelompok mereka memiliki ketua yang biasa ditentukan atau dianggap suci. Sebagai suku asli dari tanah Banten, mereka sering menjadi sorotan media untuk dibahas dan diteliti lebih lanjut. Keunikan suku ini tidak bisa terlepas dari cerita masa lalu kekuasaan Banten dan Jawa Barat yang sangat menarik di telisik. Artikel ini selanjutnya akan membahas tentang Suku Badui baik Dalam maupun Luar secara lebih lengkap dan jelas. Sejarah Suku Baduy Adat Istiadat Suku BaduyKeunikan Suku Baduy Bahasa Suku Baduy Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar Sejarah Suku Baduy geotimes Untuk mengetahui suku asli Banten ini lebih dalam, ada baiknya untuk melakukan pengecekan terhadap sejarah mereka. Sejarah mengatakan, suku ini memang sudah lama mendiami daerah Banten dan masih ada beberapa para peneliti yang hidup bersama mereka. Hal ini dilakukan agar penulisan sejarah bisa lebih mendalam dan sesuai. Nama Baduy diambil dari kata Baduwi, diberikan oleh peneliti Belanda yang menganggap suku ini mirip dengan masyarakat nomaden di Arab. Ada beberapa versi tentang asal-usul suku ini di kalangan para peneliti, yang sampai saat ini masih diperdebatkan keabsahannya. Ada sejarah yang mengatakan Banten merupakan daerah penting bagi Kerajaan Sunda yang berpusat di sekitar Bogor pada abad ke-16. Namun upaya Kesultanan Banten untuk merebut tanah Banten dari Kerajaan Sunda mengalami berbagai rintangan. Salah satunya pada saat perintah Raja Kesultanan Banten yang memerintahkan bala tentara menyelamatkan sungai penting di daerah Banten. Sungai yang dulunya dikuasai oleh Kerajaan Sunda ini harus diambil alih dan menuntut tentara berlindung di dalam Gunung Kendeng. Selanjutnya banyak sejarah yang meyakini jika Suku Badui merupakan bala tentara yang dulu diperintahkan oleh Raja Kesultanan Banten. Sejarah lain ada juga yang mengatakan bahwa suku ini merupakan orang-orang pelarian atau yang diasingkan dari Kerajaan Sunda. Mereka lebih senang dipanggil dengan orang kanekes atau kanekes dibandingkan dengan nama Baduy. Suku Badui juga diperintahkan oleh Raja untuk melestarikan budaya nenek moyang, oleh sebab itu mereka masih menyembah arwah nenek moyang. Keyakinan ini disebut dengan Sunda Wiwitan atau menyembah nenek moyang yang dianggap suci atau telah disucikan. Banyak yang masih menganggap suku ini beragama Hindu atau Budha, namun kepercayaan yang mereka anut berbeda dari kedua agama tersebut. Adat Istiadat Suku Baduy instagramridwankamil Sama seperti suku lain, Suku Baduy memiliki adat-istiadat yang selalu mereka jaga keasliannya agar tidak punah. Berbagai adat dilakukan untuk menghormati arwah leluhur nenek moyang mereka dan agar dijauhkan dari segala mara bahaya. Suku mereka memiliki adat yang kompleks dan unik seperti adat perjodohan yang sudah tidak relevan di masa ini. Dalam adat perjodohan ini para orang tua memberikan kuasa penuh pada pemimpin suku atau disebut dengan pu’un. Nantinya pu’un ini yang akan mencarikan jodoh bagi anak mereka yang sudah disesuaikan perhitungannya agar tidak menimbulkan celaka. Pu’un atau pemimpin suku merupakan seseorang yang dapat menentukan hukum bagi seluruh orang dalam suku tersebut. Adat lain yang tersimpan dalam Suku Badui adalah adat masa tanam dan masa panen. Kedua masa ini harus melewati prosesi adat yang ditentukan oleh pu’un. Keunikan adat istiadat dari suku di Banten ini tidak jarang membuat orang di luar suku tersebut merasa aneh. Namun, inilah keunikan Indonesia yang memiliki beragam suku sehingga kita harus senantiasa menghargai beragam adat istiadat suku yang ada. Dalam prosesi adat, biasanya mereka mempersembahkan hasil bumi sebagai bentuk rasa syukur kepada nenek moyang. Mereka berpendapat bahwa alam yang asri dan mampu memberikan mereka sumber makanan merupakan hadiah dari nenek moyang. Adat Baduy juga tidak memperbolehkan untuk terlalu sering membunuh hewan termasuk ayam. Oleh karena itu, ayam hanya dipotong ketika ada acara adat maupun pesta pernikahan. Keunikan adat dari Baduy diharapkan mampu memperkaya Indonesia dalam kebudayaan tradisional yang tidak boleh hilang dimakan waktu. Keunikan Suku Baduy Keunikan Suku Baduy sangat beragam dan sayang untuk dilewatkan, keunikan ini akan membuat siapa pun berdecak kagum. Tradisi Puasa 3 Bulan. Suku ini juga mengenal tradisi puasa, namun puasa ini dijalankan selama 3 bulan berturut-turut yang disebut dengan Kawulu. Dalam masa Kawulu ini penduduk luar tidak diperbolehkan untuk berkunjung maupun menginap di dalam area Suku Baduy Dalam. Namun, masih diperbolehkan berkunjung di Suku Badui Luar namun tetap tidak boleh menginap juga di area mereka. Dalam masa Kawulu ini, mereka beribadah dan memanjatkan doa kepada para leluhur atau nenek moyang agar diberikan keselamatan. Tidak Ada Lahan Khusus untuk Makam. Suku Baduy juga tidak memiliki lahan khusus yang ditujukan sebagai pemakaman. Mereka menganggap bahwa orang yang sudah meninggal seharusnya kembali ke alam sehingga tidak membutuhkan lahan khusus. Orang yang sudah meninggal dipercaya masih membutuhkan tempat tinggal dan tempat makan, sehingga yang hidup harus berbagi dengan siapa pun. Termasuk berbagi dengan nenek moyang maupun orang yang sudah meninggal dunia. Tidak jarang tanah yang sudah lama menjadi kuburan akan digunakan kembali sebagai tanah untuk bertani atau bercocok tanam. Tembikar sebagai Alat Ukur Kekayaan. Keunikan lain dari suku ini adalah saat rumah bukanlah alat untuk mengukur kekayaan seseorang melainkan benda bernama tembikar. Semakin banyak tembikar yang dimiliki oleh seseorang maka semakin tinggi pula derajat orang tersebut. Susunan dan bentuk rumah di area Suku Baduy memiliki bentuk yang sama sehingga tidak bisa menjadi patokan jumlah kekayaan seseorang. Tembikar ini juga bukan merupakan tembikar biasa, namun tembikar yang dibuat dari bahan kuningan bukan tanah liat. Jika seseorang memiliki satu tembikar saja maka akan kalah dengan yang memiliki dua atau bahkan puluhan tembikar kuningan. Peralatan Sehari hari dari bahan Alami. Karena kehidupan mereka memang menyatu dengan alam, oleh sebab itu seluruhnya juga berasal dari alam. Termasuk peralatan mandi yang mereka gunakan, seperti misal serabut kelapa untuk menyikat gigi. Selain itu, mereka juga menggosokkan batu ke tubuh yang digunakan sebagai pengganti sabun tubuh. Mereka tidak mau membuat bumi dan alam menjadi celaka sehingga hidup mereka jauh dari produk yang menghasilkan limbah. Mereka tidak pernah menggunakan produk yang mengandung bahan kimia ataupun produk yang menghasilkan sampah plastik. Bahasa Suku Baduy Suku yang terdiri dari Suku Baduy Dalam dan Luar memiliki beberapa perbedaan dalam bahasa yang digunakan. Meskipun keduanya menggunakan Bahasa Sunda dan tidak begitu lancar menggunakan bahasa Indonesia, namun untuk budaya tulis masih kurang. Suku Badui Dalam kurang lancar berinteraksi dengan orang asing, namun Suku Badui Luar mulai terbiasa dengan hadirnya orang asing. Dialek yang digunakan dalam berbahasa adalah dialek sunda-banten yang sangat kental. Cerita rakyat juga diberikan turun temurun dari nenek moyang dan disampaikan secara lisan dan tidak ada dalam tulisan. Untuk berinteraksi dengan Suku Baduy Luas dianjurkan untuk perlahan-lahan apalagi jika orang asing tidak mengerti bahasa mereka. Namun, hal ini tidak hanya menunjukkan keterbelakangan terhadap kemajuan jaman tapi ada unsur positif. Ini memaksa masyarakat asing untuk lebih menghargai bahasa mereka dan belajar untuk memahami arti bahasa sunda-banten. Sehingga bahasa sunda-banten ini tidak akan punah, dan bisa digunakan dengan maksimal. Bahasa ini adalah pemersatu atau alat komunikasi di antara Suku Baduy agar memudahkan keseharian mereka, dan bahasa ini harus dijaga. Bahasa Sunda. Sunda – Banten. Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar Suku Baduy Dalam dan Suku Badui Luar memiliki beberapa perbedaan yang signifikan bagi beberapa orang. Seperti misalnya, Suku Baduy Dalam tidak mau berinteraksi sama sekali dengan pihak asing baik itu masyarakat lokal maupun internasional. Sementara Suku Badui Luar sudah mulai membiasakan diri dengan adanya pengaruh luar seperti misalnya mata uang. Anak Badui Luar sudah mengenal mata uang yang bisa ditukarkan dengan barang yang mereka inginkan, tidak seperti Anak Baduy Dalam. Badui Luar juga mulai menunjukkan diri biasanya dengan berjalan kaki di pemukiman warga di luar area Suku Baduy. Perbedaan ini harus dipahami agar para wisatawan yang hendak bertemu atau melihat suku ini bisa menyesuaikan diri. Hal ini dilakukan agar kedua belah pihak mendapatkan rasa nyaman dan menghindari adanya perselisihan. Untuk membedakan kedua jenis suku ini, bisa dilihat dari pakaian yang mereka gunakan. Baduy Dalam akan menggunakan pakaian serba putih dan juga ikat kepala berwarna putih untuk kegiatan sehari-hari. Sementara Baduy Luar akan menggunakan pakaian serba hitam dalam keseharian yang mereka jalani. Baca juga Sejarah Suku Dayak Yang perlu Anda ketahui Persamaan antara jenis kedua suku ini adalah hobi berjalan kaki, baik bagi Badui Dalam maupun Baduy Luar. Biasanya yang terlihat adalah aktivitas Badui Luar yang berjalan kaki dan enggan menggunakan alat transportasi. Untuk kepercayaan, Badui Dalam dan Baduy Luar masih menganggap nenek moyang dan leluhur sebagai penjaga alam semesta. Keterbukaan Baduy Luar haruslah di apresiasi, namun keinginan mengisolasi diri oleh Badui Dalam tidak bisa dihakimi. Mereka memiliki pilihan hidup masing-masing yang harus dihargai sebagai salah satu suku yang hidup di Indonesia. Lihat juga Kebudayaan dan Keberadaan Suku Mante Dengan mengetahui kisah Suku Baduy baik dalam maupun luar, diharapkan masyarakat lain atau suku lain bisa saling menghormati. Ini menunjukkan kekayaan Indonesia yang memiliki beragam suku dan kebudayaan. Kehidupan menyatu dengan alam yang dipilih oleh suku ini bukanlah sebuah tindak kejahatan yang boleh dihakimi dan disalahkan. Oleh sebab itu rasa menghargai dan tenggang rasa penting untuk dibangun dan dijalankan dengan seksama. Keunikan dari suku ini tidak boleh dijadikan penghalang untuk persatuan Indonesia melainkan harus dijadikan sebagai aset budaya yang harus dilindungi. Itulah sekilas tentang Suku Baduy atau juga Urang Kanekes yang diambil dari beberapa sumber seperti Wikipedia Indonesia. Simaktipsnya berikut ini. 1. Persiapkan fisik Baduy sendiri terbagi dalam dua wilayah yakni Baduy Luar dan Baduy Dalam, yang juga terbagi atas 65 kampung. Untuk bisa sampai ke kampung-kampung tersebut bahkan di Baduy Dalam, wisatawan akan menempuh perjalanan setapak yang hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. Baca juga : Mau Berkunjung ke Baduy? Kampung Suku Baduy Banten Hidup Menyatu Dengan Alam Wisata Kampung Suku Baduy Banten. Indonesia merupakan negara yang kaya dengan sumber daya alam dan budaya. Berbagai macam suku dan budaya serta dengan kekayaan alamnya hidup berdampingan di Indonesia. Tak jarang kekayaan budaya dan alam di suatu daerah menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan untuk mengunjunginya. Provinsi Banten terkenal dengan banyaknya objek wisata. Mulai dari wisata alam hingga wisata religi ada di provinsi ini. Berbicara tentang kekayaan budaya, provinsi ini pun tidak kalah kekayaan budayanya. Mungkin anda sering mendengar suku Baduy. Sebuah suku yang hidup di pedalaman Banten. Suku Baduy merupakan suku yang hidup secara terisolir dari dunia luar. Mereka hidup secara sederhana dan menyatu dengan alam. Alam yang masih alami dan budaya yang ditawarkan oleh kampung suku Baduy menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi daerah ini. Kampung Wisata Suku Baduy terletak di Desa Cibeo Kabupaten Lebak. Sekitar 40 Km dari Rangkasbitung. Asal-usul kata suku ini, yaitu Baduy, sebenarnya berasal dari kata Badawi atau Bedoin yang diberikan oleh seorang peneliti Belanda. Namun, karena aksen warga setempat, kata tersebut pada akhirnya bergeser menjadi kata Baduy. Untuk mencapai ke Kampung Baduy yang terletak sekitar 40 km dari Rangkas Bitung, Banten, kalian dianjurkan untuk menaiki bus atau kereta api saja dan berhenti di Kabupaten Rangkas Bitung. Dari sana, kalian bisa melanjutkan perjalanan menuju Ciboleger, yang merupakan pintu masuk untuk menuju Kampung Baduy. Dengan total penduduk 5000-8000 orang, suku Baduy ini masih terisolasi dari dunia luar. Mereka masih memegang teguh adat istiadat dan aturan dari nenek moyang. Suku ini di bagi menjadi dua, yaitu suku Baduy dalam dan suku Baduy luar. Secara penampilan, suku Baduy dalam memakai baju dan ikat kepala serba putih. Sedangkan suku Baduy luar memakai pakaian hitam dan ikat kepala berwarna biru. Secara budaya, suku Baduy dalam lebih teguh memegang adat istiadat suku mereka, sedangkan suku Baduy luar sudah mulai terpengaruh dengan budaya dari luar. Persamaan dari keduanya, mereka pantang untuk menggunakan alas kaki, teknologi modern dan transportasi modern. Luas yang mencapai kurang lebih 5000 hektar, wilayah suku baduy ini memiilki 56 kampung dan terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu Baduy dalam yang terdiri dari 3 kampung dan Baduy luar yang terdiri dari 53 kampung. Pada wilayah Baduy dalam, kalian sudah tidak lagi diperbolehkan untuk mengambil foto. Di sini sangat dianjurkan untuk menggunakan jasa pemandu wisata. Karena pada perkampungan Baduy terdapat adat istiadat dan pantangan yang harus dipatuhi oleh semua yang berada di dalamnya termasuk pengunjung. Perjalanan akan dimulai dengan melihat rumah-rumah dari suku Baduy bagian luar yang masih terbuat dari jerami, bila beruntung anda dapat berfoto bersama mereka. Lanjut berjalan lagi anda akan menemui jalur yang sedikit berbatu dan naik turun. Anda juga akan melewati banyak sungai kecil dan lumbung milik suku Baduy. Rumah rumah di perkampungan Baduy masih terbuat dari bambu dan ijuk serta semuanya menghadap ke arah yang sama. Sebelum masuk ke perkampungan Baduy Dalam anda akan melewati sebuah jembatan kayu yang tidak terlalu lebar. Jembatan bambu inilah yang memisahkan antara baduy luar dan baduy dalam. Wilayah Kampung Baduy dalam terasa lebih sepi dan banyak jalan setapak yang naik turun. Di wilayah ini kalian akan disuguhkan pemandangan indah dari perbukitan yang masih hijau terjaga. Suku Baduy memang terkenal sangat dekat dengan alam, mereka selalu menjaga alam yang mereka tempati. Tak heran kampung yang ada di sini masih terawat dan bersih. Pada akhir perjalanan, kalian dapat menginap di salah satu rumah suku Baduy ini. Di sinilah saat yang biasanya paling ditunggu-tunggu. Tanpa listrik, tanpa gadget, dan tanpa kamar mandi tentunya menjadi tantangan seru bagi setiap wisatawan. Kalian harus menuju ke sungai terlebih dahulu untuk mandi atau buang air. Disini anda tidak diperkenankan untuk menggunakan teknologi modern juga tidak boleh menggunakan bahan-bahan kimia untuk membersihkan diri. Anda akan benar-benar hidup menyatu dengan alam. Wisata ke Kampung Suku Baduy ini sangat cocok untuk anda yang menginginkan wisata alam dan budaya suku pedalaman namun mengeluarkan biaya yang murah dan jarak yang relatif dekat. Sudah dibaca 26472 kali Komentar Anda tidak diijinkan memberikan komentar. Silahkan login.
DownloadCitation | SISTEM BANGUNAN RUMAH TRADISIONAL DI KAMPUNG ADAT BADUY LUAR KADU KETUG, KABUPATEN LEBAK, BANTEN | Traditional occupancy is something interesting to observe, especially when
Masyarakat suku Baduy yang tak memakai alas kaki di dalam perjalanan. Foto Helmi Afandi/kumparanKementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenparekraf mendukung permintaan masyarakat Suku Baduy untuk membatasi kunjungan wisatawan yang datang ke perkampungan Baduy di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf, Hari Santosa Sungkari, mengatakan bahwa pengunjung yang hendak berkunjung ke Desa Kanekes atau yang ingin berkunjung ke perkampungan Suku Baduy dalam harus menghormati dan mematuhi aturan adat yang sudah ada."Kita menganut Sustainable Tourism. Artinya kita menjaga agar wisatawan tidak berjibun-jibun yang datang, dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan fisik dan budaya, sehingga budaya itu tetap eksis, fisiknya tetap lestari," kata Hari, dalam kunjungannya ke Desa Kanekes, Sabtu 18/7/, seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima selamat datang di Baduy, Lebak, Banten. Foto Helmi Afandi/kumparanDalam kesempatan tersebut, Perwakilan Suku Baduy, Uday Suhada, mengungkapkan bahwa Suku Baduy juga ingin mengganti istilah "Wisata Budaya Baduy" menjadi "Saba Budaya Baduy". Istilah ini sebelumnya telah dicetuskan dan ditulis dalam Perdes Saba Budaya pada 2007."Saba ini bermakna silaturahmi, saling menghargai dan menghormati antar adat istiadat masing-masing. Di atas itu semua, saling menjaga dan melindungi nilai-nilai yang berkembang dan hidup di masyarakat setempat dan masyarakat yang datang berkunjung," ungkap Aturan Saba Busaya Baduy DiperjelasHal senada juga ditambahkan oleh salah seorang tetua adat Suku Baduy Dalam, Ayah Mursid. Ia meminta agar aturan Saba Budaya Baduy lebih diperjelas dan disosialisasikan dengan Seba Baduy 2019. Foto Kemenparekraf"Kami berharap saba budaya diperjelas aturannya. Mana saja rute yang boleh dan tidak boleh dilewati menuju Kampung Baduy, dan apa saja yang boleh dan tidak boleh dikerjakan," ujar juga memberikan masukan agar didirikan pusat informasi mengenai Suku Baduy di luar perkampungan adat. Sehingga, calon pengunjung yang ingin mendatangi Kawasan Adat Baduy bisa mempelajari terlebih dahulu apa saja adat istiadat yang ada serta menjelaskan tujuan masyarakat Suku Badut juga disambut baik oleh Kemenparekraf. Menurut Hari, pihaknya akan menampung segala aspirasi yang telag disampaikan oleh para perwakilan tetua adat Suku berfoto di tugu selamat datang di Baduy, Lebak, Banten. Foto Helmi Afandi/kumparanHari juga mempertimbangkan rencana pembuatan aplikasi sebagai pusat informasi dan sarana pendaftaran bagi wisatawan yang hendak berkunjung ke Kawasan Adat Suku Baduy."Ini bisa berbentuk aplikasi nantinya. Jadi siapa yang datang, kapan mau datang kalau sudah melebihi batas pengunjung ini akan ada pemberitahuan bahwa kapasitasnya sudah berlebih. Sehingga kita tidak terulang ada ribuan orang yang belum tentu mendatangkan manfaat," tutur menyeberangi jembatan di Kampung Baduy Luar, Lebak, Banten. Foto Helmi Afandi/kumparanSementara itu, Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya, menyampaikan dukungan terhadap segala upaya pelestarian budaya Suku Baduy sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan. Pemda Lebak selama ini terus berkonsolidasi dengan masyarakat Suku Baduy dalam upaya Saba Budaya Baduy."Saat ini kami sedang dalam proses penyediaan lahan di dekat perkampungan Baduy untuk dijadikan sebagai Information Center agar wisatawan lebih mengetahui bagaimana budaya Baduy pada umumnya dan informasi kegiatan Saba Baduy pada khususnya, sebelum masuk ke Perkampungan Baduy," kata Iti.
GubernurBanten Wahidin Halim mengaku bangga bahwa baju adat Baduy dipakai oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dalam Sidang Istimewa DPR. Gubernur Banten Wahidin Halim mengaku bangga bahwa baju adat Baduy dipakai oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dalam Sidang Istimewa DPR. Rabu, 11 Mei 2022; Cari. Indonesia adalah Negara dengan budaya beragam 34 Provinsi berdiri pada setiap sisinya memiliki berbagai macam suku serta adat berbeda dengan ciri khas masing-masing. Adat Istiadat kampung Baduy Banten adalah satu dari sekian banyak adat di Indonesia. Sejak dahulu, kampung Baduy memang dikenal dengan kepatuhan masyarakatnya terhadap hukum adat. Selain itu suku Baduy menganut animisme yang sarat akan kepercayaan terhadap roh-roh alam sebagai penghidupan. Namun bagaimana sebenarnya adat istiadat kampung Baduy di Banten? Berikut ulasannya Asal Muasal Nama Baduy Gambar oleh Panji Arista dari Pixabay Kampung di Kanekes Banten ini mendapatkan sebutan Baduy karena dianggap mempunyai persamaan dengan masyarakat Bedouin serta Badawi dari Arab. Sebutan tersebut disematkan oleh seorang Belanda. Menurut sejarahnya diceritakan bahwa kebiasaan nomaden masyarakat Baduy adalah salah satu kemiripan penyebab disematkannya nama tersebut. Namun dalam versi berbeda, disebutkan bahwa Baduy sendiri diceritakan sebagai adaptasi nama sungai cibaduy sisi utara Kanekes. Bermula dari sungai Cibaduy inilah akhirnya Cibaduy diadaptasi sebagai nama kampung Baduy. Suku Baduy juga lebih suka dipanggil Urang Kanekes, hal ini disebabkan karena permukiman yang terletak di daerah pegunungan Kanekes. Sedangkan dalam kepercayaan, Urang Kanekes dipercaya merupakan keturunan dari Dewa yang turun ke bumi atau biasa disebut sebagai Batara Cikal. Selain itu cerita ini tidak jarang dikaitkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang bagi manusia. Mengenal Tiga Lapisan Suku Baduy Suku Baduy Luar serta suku Baduy Dalam pada akhirnya menjadi populer di kalangan masyarakat sebagai dua lapisan masyarakat di Baduy. Dua golongan ini adalah suatu bentuk lapisan masyarakat yang ada di kampung Baduy. Untuk suku Baduy Luar bisa dibilang bahwa masyarakat di dalamnya telah menerima adanya perkembangan teknologi dan perbedaan era. Masyarakat Baduy luar mau menerima kedatangan tamu dari luar suku Baduy. Sedangkan suku Baduy dalam masih menganut serta menjunjung tinggi kepercayaan leluhur sebagai penopang hidup. Selain itu suku Baduy dalam juga dapat dilihat melalui pakaian dengan dominasi warna putih. Warna yang digunakan sebagai lambang kesucian bagi masyarakat Baduy. Selain itu warna ini juga diartikan bahwa masyarakat Baduy Dalam tidak terpengaruh atau terkontaminasi perkembangan zaman yang terjadi. Pada lapisan ketiga adalah Baduy Dangka. Dangka merupakan lapisan masyarakat Baduy yang sudah tidak terikat oleh adat istiadat kampung Baduy Banten dan kepercayaan Animisme Sunda Wiwitan sebagai bentuk kepercayaan Baduy. Pada Lapisan Dangka, masyarakat Baduy tidak lagi terikat oleh segala bentuk aturan adat. Baca juga Budaya Indonesia Yang Diakui UNESCO Sebagai suku yang kaya akan budaya, Baduy memiliki berbagai macam adat yang sudah terkenal dan seringkali menjadi perayaan bagi masyarakat Baduy Dalam dan Luar. Budaya dan adat yang menjunjung tinggi aturan adat dari leluhur pendahulu. Lalu apa saja adat yang ada di Baduy? Berikut adalah 5 diantaranya 1. Puasa Kawalu Suku Baduy Salah satu tradisi terkenal suku Baduy adalah Puasa Kawalu. Pelaksanaan puasa akan dilakukan pada saat Kasa, Karo serta Katiga. Puasa Kawalu ini akan diikuti oleh suku Baduy Dalam dan juga suku Baduy Luar sebagai bentuk penyucian suku Baduy. Selain itu puasa Kawalu ini juga dianggap sebagai bulan suci bagi suku Baduy. 2. Berlakunya Hukuman Ringan dan Berat Sama halnya dengan hukum yang ada pada suatu negara, suku Baduy menganut hukum masyarakat Kanekes. Hukum ini berupa hukum adat yang terbagi menjadi dua golongan yaitu hukuman ringan serta hukuman berat. Hukuman ringan merupakan bentuk hukuman dalam kategori ringan. Adu mulut adalah salah satu kategori diberlakukan hukuman ringan. Sedangkan untuk hukuman yang dilakukan hanyalah berupa peringatan dari Pu’un Ketua Adat. Selain hukuman ringan, dalam suku Baduy juga memberlakukan hukuman berupa peringatan oleh Jaro. Pelanggaran ini bisa mencakup perilaku masyarakat Baduy yang tidak mematuhi aturan. Berpakaian layaknya orang kota juga termasuk pelanggaran berat. 3. Rumah Tahanan Adat Masyarakat Baduy adalah salah satu masyarakat yang menganut aturan adat sebagai ketetapan Pu’un. Dengan adanya aturan sebagai ketetapan dari Kepala Suku Pu’un, maka masyarakat Baduy diharuskan mematuhi segala bentuk aturan yang ada. Sedangkan bagi masyarakat Baduy yang menentang adat istiadat kampung Baduy Banten akan mendapatkan peringatan langsung dari Jaro. Selain itu hukuman dalam bentuk tahanan adat juga akan diberikan dalam 40 hari bagi yang melanggar aturan adat. Selama 40 hari menjadi tahanan adat, masyarakat yang melanggaran akan diawasi saat melakukan aktivitas, diberikan nasihat serta bimbingan. Hal ini dilakukan supaya masyarakat tidak kembali melanggar aturan yang berlaku dalam suku. 4. Tradisi Seba Masyarakat Baduy dikenal dengan aturan adat yang melarang masyarakatnya melakukan perjalanan di luar daerah Kanekes. Namun akan ada satu waktu dimana masyarakat Baduy keluar dari wilayah desa Kanekes. Tradisi melakukan perjalanan ke luar desa ini disebut dengan tradisi Seba. Perjalanan ini dilakukan secara bersama-sama baik Baduy Dalam serta Baduy Luar dari desa Kanekes ke Serang Banten. Mata Pencaharian Suku Baduy Sebagai suku yang sangat menjunjung kelestarian alam, suku Baduy juga bergantung pada alam tanpa melupakan kelestariannya. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana proses suku Baduy dalam bercocok tanam dan berkebun. Menjadi mata pencaharian utama, kegiatan berkebun serta bertani akan menghasilkan Komoditi seperti biji kopi, umbi serta padi. Namun saat tengah bertani maupun berkebun, ada larangan keras memanfaatkan bantuan kerbau juga sapi. Hal ini ditujukan supaya keadaan alam sekitar kampung Baduy tidak mengalami kerusakan. Mamalia berkaki empat yang diperbolehkan masuk kampung Baduy hanyalah Anjing. Kepercayaan Suku Baduy Banten Sunda Wiwitan merupakan suatu bentuk kepercayaan Urang Kanekes. Kegiatan pemujaan Sunda Wiwitan tersirat dalam kitab Sanghyang Siksakanda ng Karesian. Kitab ini berisi tentang segala kegiatan keagamaan, budi pekerti serta tuntunan moral yang sudah ada sejak zaman Kerajaan di Sunda. Selain itu kepercayaan tersebut mengarah pada ajaran Animisme, dimana masyarakat Baduy memuja roh-roh yang dipercayai memberikan pengharapan terhadap suku Baduy. Namun menjadi suku yang menganut Animisme, sebenarnya kepercayaan suku Baduy juga memiliki banyak pengaruh Hindu, Budha bahkan ajaran Islam. Rumah Adat Kampung Baduy Selain menjaga kelestarian ketika bertani, adat istiadat kampung Baduy Banten dapat ditelaah melalui pembangunan rumah adat Baduy. Dalam pembangunan, adanya aturan dimaksudkan untuk menjaga kelestarian. Masyarakat Baduy benar-benar terlihat sangat menjaga alam bila dilihat melalui bangunan rumah. Semua bangungan dari kayu serta bambu berdiri kokoh meskipun tampak miring. Namun rumah yang tampak miring merupakan bentuk bakti suku Baduy menjaga tanah kelahiran supaya tidak merusak kontur tanah. Bebatuan kali sebagai pondasi digunakan menjadi bahan untuk membangun rumah suku Baduy. Pada adat Baduy, rumah adat juga menggunakan tiga pembagian ruang menurut fungsinya. Pembagian ini diantaranya adalah ruangan depan berfungsi menjadi ruang tamu serta tempat perempuan saat menenun. Dibagian tengah sebagai tempat istirahat serta juga ruang berkumpul keluarga. Untuk ruang belakang berfungsi sebagai dapur serta penyimpanan panen. Itulah tadi ulasan adat istiadat kampung Baduy Banten dengan kepercayaan Animisme sebagai ajaran yang dianut serta sarat akan tradisi, dimana Sunda Wiwitan sebagai titik pusat kepercayaan. Menjadi Suku yang banyak dikenal dan dikagumi karena adat istiadatnya, Suku Baduy telah menjadi cagar budaya dari tahun 1990 dan disahkan Pemerintah Lebak Banten. . 247 355 367 395 455 51 62 133

sikap menghargai adat istiadat kampung baduy banten